• Replace This Text With Your Featured Post 1 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 2 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 3 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 4 Description.

Sabtu, 10 Maret 2012

SOSIOLOGI HUKUM KEADILAN DALAM ARTIAN KESEBANDINGAN


KEADILAN DALAM ARTIAN KESEBANDINGAN
ABSTRACT
Papers entitled issue of justice in the sense of proportionality was discussed the issue of justice that are specific in the sense of proportionality which is an important enough issue to get more serious attention In fact, issues of justice in the sense of proportionality is a complex problem, where the issue can be found in almost every communities, especially in Indonesia.
By writing this paper, we will attempt to identify and explore issues of justice itself. In this paper contains an introduction that will be discussed as to why the issue of justice in the sense of proportionality is a warm and complex issues.In the discussion itself which will discuss the issue of justice in the sense of proportionality in detail.
The conclusion that can be obtained from the preparation of this paper is the problem of justice in the sense of proportionality is a complex problem, where the issue can be found in almost every community. The description in this paper is a bit of justice is a growing repertoire of thinking throughout the history of human civilization, in accordance with the spirit of his era, the political situation, and outlook on life is growing. To learn justice is an activity that is not light, let alone try to formulate it in accordance with the spirit of the times today.
But the trouble does not mean that studies of justice must be disregarded. For the law, justice studies is the main thing, because justice is one of the objectives of the law, and some have claimed as its main objective.Studied law without studying the same justice by studying the body without a soul. This means accepting the development of law as a physical phenomenon without seeing the design spirit. The result can be seen that the study of law is no different then an exact science with the study design is dry with a touch of justice.



PENDAHULUAN
Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia dalam konteks interaksi dalam masyarakat persoalan kaidah atau norma merupakan jelmaan yang dibutuhkan dalam upaya mencapai harmonisasi.kehidupan.Secara empirik sosiologis kaidah atau norma adalah tuntunan atau kunci dalam mencapai stabilisasi.interaksI sehingga pelanggaran akan kaidah atau norma akan dijatuhi bersifat hukuman atau sanksi sosial.
Kaidah agama maupun kaidah hukum yang bersumber pula dari kaidah sosial merupakan payung kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat yang tidak beradab adalah masyarakat yang tidak mempunyai kaidah agama maupun kaidah sosial, atau masyarakat yang mengingkari atau menyimpang dari kedua kaidah tersebut.
. Dalam sejarah kehidupan manusia hal ini telah banyak dibuktikan.Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai,kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.
Hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami system social terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses. Hukum itu adalah Aturan yang mengatur pola perilaku dalam masyarakat dan apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi. Aturan yang berlaku dalam masayarakat sangat erat dengan sanksi apabila dilanggar.Semakin tegas sanksi yang akan diberlakukan kepada orang yang melanggar aturan maka hukum akan semakin dipatuhi.
Selain karena sanksi hukum juga dapat berlaku efektif dalam masyarakat apabila “kesadaran hukum” sudah tinggi, sehingga hukum dipatuhi bukan hanya takut dengan sanksi yang akan diberikan akan tetapi memang hukum dibutuhkan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat .Berbicara masalah hukum tidak terlepas dari Nilai Rasa Keadilan, sehingga hukum dilambangkan sebagai suatu timbangan yang dimaknai merupakan keselarasan dalam masyarakat.
Apabila terjadi ketimpangan akan menimbulkan kegoncangan, untuk itu diperlukan langkah – langkah dari aparat penegak hukum untuk memulihkan keadaan sehingga keselerasan dapat dicapai kembali. Ketika seseorang merasa haknya dilanggar oleh orang lain, untuk mencari keadilan atas persoalan yang dihadapinya maka hukumlah yang menjadi solusi terhadap permasalahannya.
Hukum bertugas untuk memberi rasa keadilan dalam masyarakat Keadilan merupakan cita – cita yang akan dicapai dalam penegakan hukum, tentunya ketika sudah mengalami proses hukum sulit untuk mencari keadilan yang akan diterima oleh pihak – pihak yang berurusan dengan hukum. Semua pihak merasa dirinya yang paling benar, dan mempertahankan egonya masing – masing, akan tetapi aparat penegak hukum akan menilai dari fakta – fakta yang terbukti dalam menyelesaikan persoalan – persoalan hukum.
Masalah keadilan dalam arti kesebandingan merupakan masalah yang rumit,persoalan mana dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat,termasuk di Indonesia.Kekuatan kekuasaan dan uang sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia, ini salah satu alasan keadilan tidak bisa di ciptakan di Indonesia sebelum adanya reformasi secara keseluruhan atau dengan kata lain belum adanya suatu ketentuan yang dapat mengikat instansi-instansi penegakan hukum di Indonesia.
Banyak informasi baik dari media cetak maupun elektronik tentang ”cicak dan buaya” ini tidak lain adalah suatu tuntutan dari masyarakat kepada instansi-instansi penegakan hukum agar berlaku adil dalam penegakan hukum sehingga keadilan dapat di ciptakan di dalam suatu pemerintahan yang adil,aman dan sentosa.Ketimpangan ini sudah menjadi penyakit akut yang kronis yang harus cepat di obati agar keadilan didalam penegakan hukum di Indonesia dapat tercipta.Pemerintah harus menjadikan kritikan-kritikan yang dilakukan masyarakat, mahasiswa dan elemen-elemen lain menjadi sebuah kekuatan untuk mereformasikan instansi-instansi penegakan hukum.
Penyusunan makalah ini merupakan bentuk respon terhadap penegakan keadilan, paling tidak makalah ini mengingatkan kita betapa pentingnya peran hukum dan betapa pentingnya sikap seorang penegak hukum yang professional serta berpengalaman yang tinggi sehingga saatnya nanti segala yang dicita-citakan bersama tercapai dimana keadilan mampu memberikan yang terbaik bagi kemajuan penegakan hukum melalui wujud keprofesionalan dan pengalaman yang tidak diragukan lagi. itu semua akan terjadi manakala kita mau belajar dan menganalisis berbagai tindakan yang dimiliki oleh seorang penegak hukum yang mempunyai keadilan & yang patut dijadikan figur dan  demi kemajuan penegakan hukum di masa yang akan datang.

























PEMBAHASAN
1. Pengertian Keadilan
Masalah keadilan ( kesebandingan ) merupakan masalah yang rumit persoalan mana dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat,termasuk Indonesia[1].
Hal ini terutama disebabkan karena pada umumnya orang beranggapan bahwa hukum mempunyai dua tugas utama, yakni:
1. mencapai suatu kepastian hukum bagi semua warga masyarakat,
2. mencapai kesebandingan bagi semua warga masyarakat.
Seringkali kedua tugas tersebut tidak dapat ditetapkan sekaligus secara merata.hal ini misalnya ditegaskan pula oleh seorang tokoh sosiologi, yaitu Max Weber yang membedakan substantive rationality dari formal rationality. Dikatakannya bahwa sistem hukum barat mempunyai kecenderungan untuk lebih menekankan pada segi formal rationality,artinya penyusunan secara sistematis dari ketentuan-ketentuan semacam itu seringkali bertentangan dengan aspek-aspek dari substantive rationality, yaitu kesebandingan bagi warga-warga masyarakat secara individual.
Masalah kepastian hukum maupun kesebandingan hingga kini masih merupakan masalah yang sulit terpecahkan di Indonesia yang masih mengalami transformasi[2] di bidang hukum sejak tahun 1942.Sejak tahun tersebut tidak saja banyak pula keputusan pengadilan yang telah menyimpang dari jurisprudensi[3] zaman kolonial.Walaupun demikian masih banyak produk hukum dari zaman colonial yang berlaku secara tegas maupun samar-samar dan kalaupun ada yang telah dihapuskan masih sulit untuk sekaligus menghapuskan alam pikiran lama yang masih berorientasi pada system hukum yang lama[4]
[1]      Sumber Soekanto,soerjono.pokok-pokok sosiologi hukum.Cetakan V.Jakarta:PT.Raja  
Grafindo,1988
[2]      Transformasi adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)
[3]      Jurisprudensi adalah  (1) ajaran hukum melalui peradilan; (2) himpunan putusan hakim
keseimbangan.htjml

Kelemahan sistem hukum yang berasal dari zaman kolonial baru disadari pada awal tahun 60an akan tetapi semenjak itu,kehidupan dan perkembangan.Tetapi harus pula diakui bahwa sistem hukum di Indonesia telah banyak dipengaruhi cita-cita yang baru yang timbul sejak Proklamasi Kemerdekaan hukum tidak terlalu menguntungkan karena adanya eksplosi[5] dari kegiatan-kegiatan politik[4].
Periode 1960-1965 ditandai dengan menurunnya nilai hukum sehingga warga masyarakat mulai pudar kepercayaannya  terhadap hukum.Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan dalam hukum untuk mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada[4].
 Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi[6] hukum ditengah-tengah realitas sosialnya.Nilai rasa keadilan tidak universal, akan tetapi keadilan terikat pada ruang dan waktu, belum tentu adil pada saat sekarang akan adil dikemudian hari atau adil disuatu tempat akan adil ditempat yang berbeda. Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam hal nilai rasa keadilan, kultural, sosial, budaya, lingkungan, pengetahuan dll[4].
Keadilan merupakan dambaan bagi semua orang, akan tetapi kita akan bertanya sudahkah hukum memberikan nilai rasa adil dalam masyarakat terutama terhadap orang – orang yang merasa haknya dilanggar, bagaimana mencapai rasa adil, apakah keadilan sudah berpihak kepada yang lemah[7],
 
[5]      Eksplosi adalah (1) bunyi keras disebabkan oleh desakan keluar yg keras dan secara tiba-tiba; ledakan; letusan: -- gunung berapi (bom, granat, dsb); (2) ki pertambahan (penduduk dsb) secara cepat dan besar-besaran: -- penduduk ibu kota menimbulkan berbagai masalah.
[6]      Legitimasi adalah(1) Hak keterangan yg mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yg dimaksud; kesahan; (2) pernyataan yg sah (menurut undang-undang atau sesuai dng undang-undang); pengesahan.
Pemikiran maupun konsepsi tentang keadilan yang bersal dari dunia barat tidak tepat jumlahnya pemikiran dan konsepsi dipilhkan hasil pemikiran yang berasal dari Roscoe Pound(salah seorang pelopor pengembangan sosiologi hukum).Dasar pemilihan tersebut adalah karena masalah kesebandingan bukan semata-mata persoalan yuridis[8] saja akan tetapi masalah social yang dalam banyak hal disoroti oleh sosiologi hukum[4].Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani[7].
Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis[9], hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia[4].
Kesebandingan adalah suatu keselarasan hubungan antara manusia dalam masyarakat, dan antara manusia dengan masyarakatnya yang sesuai dengan moral yang berlaku didalam masyarakat tersebut, yang dalam hal ini pada masa lampau didasarkan pada individualisme[10].Arti pokok dari konsepsi ini adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk berbuat dan memperoleh sesuatu dan kebebasan warga masyarakat tersebut hanyalah dibatasi oleh kebebasan warga-warga lainnya[4].
Konsepsi tersebut menimbulkan suatu anggapan dasr bahwa hukum bertugas untuk mencapai suatu kesebandingan yang berbeda dengan keadilan yang berlaku di dalam masyarakat,karena hukum disusun oleh segolongan kecil dari masyarakat yang disebut sebagai elit dari masyarakat tersebut. [1].
[8]      Yuridis adalah  menurut hukum; secara hukum: bantuan-bantuan hukum (diberikan oleh pengacara kpd kliennya di muka pengadilan).
[9]      Filosofis adalah berdasarkan filsafat .
[10]   Individualisme adalah(1) paham yg menganggap manusia secara pribadi perlu diperhatikan (kesanggupan dan kebu-tuhannya tidak boleh disamaratakan); (2) paham yg meng-hendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang; paham yg mementingkan hak per-seorangan di samping kepentingan masyarakat atau negara; (3) paham yg menganggap diri sendiri (kepribadian) lebih penting dari orang lain.
Oleh karena itu,para sosiolog melahirkan konsepsi social justice yang diartikannya sebagai suatu paksaan dari masyarakat terhadap warganya untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang sama rata secara ilmiah sebetulnya tidak sama.Keadilan tersebut terwujud dengan adanya pemuasan kebutuhan setiap warga,sepanjang tidak mengurangi pemuasan kebutuhan warga-warga lainnya[1].
Salah satu konsepsi tentang kesebandingan yang dihasilkan oleh pemikiran dan lingkungan social barat sebagaimana digambarkan diatas,belum tentu sesuai dengan apa yang ada dan apa yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat Indonesia.Masyarakat Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa maupun pelbagai pola-pola pemikiran tentang keadilan yang mana ditentukan oleh lingkungan dan nilai-nilai sosialnya[1].
Konsepsi-konsepsi tentang kesebandingan pada hakikatnya berakar didalam kondisi yang pada suatu waktu tertentu diingini oleh masyarakat bersangkutan.Dan biasanya konsepsi tentang kesebandingan baru menonjol atau timbul apabila warga masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang dirasakan tidak adil.Untuk memperoleh gambaran yang agak jelas tentang konsepsi kesebandingan yang berlaku pada masyarakat Indonesia,perlu ditinjau sejenak perihal penyelesaian yang terjadi secara tradisional[11].Pada umumya orang Indonesia mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara yang sehalus mungkin[1].
Suatu kompromi[12] lebih di sukai dari pada jatuhnya keputusan untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar dengan harapan untuk menyelesaikan perselisihan secara efektif tanpa menimbulkan ketegangan sosial.Dengan demikian suatu keadaan adil adalah suatu keadaan dimana tidak ada pertikaian keadaan dimana dapat tercapai apabila warga masyarakat melaksanakan tugas dan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya dalam masyarakat[1].
[11]  Tradisional adalah (1) sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pd norma dan adat kebiasaan yg ada secara turun-temurun: daerah itu mempunyai potensi cukup besar dl bidang perikanan, tetapi masih diolah secara --; (2) menurut tradisi (adat): upacara-upacara menurut adat.  Sumber : http://kamusbahasaindonesia.org/tradisional#ixzz1fuUzJHH1
[12]  Kompromi adalah [n] persetujuan dng jalan damai atau saling mengurangi tuntutan (tt persengketaan dsb): kedua kelompok yg berselisih itu diusahakan berdamai dng jalan
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature),dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimn,ya judge,jurist,magistrate)[4].
Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukum, dan sebagainya. Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’dilu” dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan)[4].
 Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata “adil” di dalam Al-Qur’an digunakan berulang ulang. Kata “al ‘adl” dalam Al qur’an dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata “al qisth” terulang sebanyak 24 kali. Kata “al wajnu” terulang sebanyak kali, dan kata “al wasth” sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan[4].
 Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan. Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya.Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.Dibawah Ini Ada Beberapa Pendapat Para Ahli Tentang Pengertian Keadilan, yaitu:


a.   Plato[4]
Plato adalah seorang pemikir idealis [13] abstrak yang mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat.Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
1.    Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh    
para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
2.    Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus
terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan anggotanya.
3.    Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan
latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan.
4.    Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan
propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
5.    Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi,jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.
 

[13]   Idealis (1) orang yg bercita-cita tinggi; (2) pengikut aliran idealism.
Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.
 Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.
 Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher. Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan[4].
b.   Aristoteles[4]
Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu:
1. tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut,
2. apa arti keadilan, dan
3. diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.
Dan juga Aristoteles mendefenisikan keadilan dalam arti umum dan khusus, yaitu:
  • Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai sesuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;
1. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;
2. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”
Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu. Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair.
 Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat.Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil. Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain.
 Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidakadilan.

Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang pengusaha membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh.
 Ketidakadilan ini muncul karena keserakahan. Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum[4].
  • Keadilan Dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
  1. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya.
Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengah atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya.
Dalam sistem oligarki[14] dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi[15] dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent)[4].
[14]   Oligarki adalah pemerintahan yg dijalankan oleh beberapa orang yg berkuasa dr golongan atau kelompok tertentu. Sumber : http://kamusbahasaindonesia.org/oligarki#ixzz1fxu2XByv
[15]   Aristokrasi adalah  (1) pemerintahan (kekuasaan) berada di tangan kaum bangsawan; (2) bentuk pemerintahan negara; (3) kaum bangsawan (ningrat).
                Sumber : http://kamusbahasaindonesia.org/aristokrasi#ixzz1fxuZYH4i)
Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi[4]
  1. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela[9].Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan yang dibuat secara sederajat[4].
Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman. Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-masing pihak.Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif[16] yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan[4].
Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil. Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan perbuatan[4].
 

[16]   Korektif adalah  bersifat korek (memperbaiki, teliti, berdisiplin): mahasiswa seharusnya mempunyai    
                sikap mental yg dinamis dan konstruktif.

Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan.
Sehingga dalam hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika ;
  1. Kecideraan berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah kesalahansasaran (misadventure),
  2. Ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan.
  3. Ketika tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan
  4. Seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang yang jahat.
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum).
 Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai. Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar[4].
Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut[4].
c.   John Rawls[4]
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu.
Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah :
1. jaminan stabilitas hidup manusia, dan
2. keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi.
Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk ;
1     Menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak.
2     Melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat.
Ada tiga syarat supaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:
1     Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
2     Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.
3     Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.
Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:
1.    Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;
2.    Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.
Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:          
a. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas,
b. Perbedaan,
c. Persamaan yang adil atas kesempatan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat.
Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama[4].
Fakta Hari ini:
Minah seorang nenek berumur 55 tahun yang divonis bersalah karena mengambil tiga buah cokelat. Minah dengan lugunya mengaku bersalah, tetapi dengan pemaknaan pengakuan itu adalah gugatan terhadap penegakan hukum di negeri ini. Sebagai rakyat jelata, Minah sudi mengakui kekeliruan dan berhadapan dengan proses peradilan yang oleh banyak pihak dinilai kurang menempatkan rasa keadilan lebih daripada produk-produk mati berupa aturan-aturan hukum.tidak salah jika peristiwa itu sesungguhnya layak menjadi bagian integral dari kritik rakyat terhadap sikap pemerintahan yang cenderung abai terhadap perwujudan rasa keadilan public dan pilih kasih untu menegakkan keadilan[4].
Tidak mengherankan pula jika di hadapkan dengan fakta itu setelah rentetan aksi masa dan desakan publik terkait dengan kasus yang sempat menyeret komisioner KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, dan pencopotan Susno Duadji dari jabatan sebagai KBRKMP tidak mengejutkan, dan tidak terasa luar biasa.Mengapa? Karena tampaknya bukan soal orang per orang. Meskipun banyak tokoh gerakan anti korupsi mendesak agar Presiden memerintankan jajaran di bawahnya, khususnya kejakssan agung dan kepolisian, untuk mengusut tuntas nama-nama yang yang disebut dalam rekaman pembicaraan Anggodo Widjaja, namun-tampaknya-inti gugatan public tidak pada pokok itu saja[4].
Lebih dari itu, masyarakat mengginginkan adanya perubahan subtansial atas proses penegakan hukum dan perwujudan keadilan di Indonesia.langkah utama untuk itu ialah mereformasikan instansi-instansi penegakan hukum, yang dinilai rentan terhadap korupsi dan mafia peradilan.Apa yang terwujud dalam gerakan moral public-yang mengental dalam gerakan anti korupsi-menurut Ketua Masyarakat Pemantauan Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hasri Hartanto, sesungguhnya adalah bentuk kritik warga kepada kondisi peradilan yang tidak adil, “Gerakan tersebut adalah kekecewaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang terkesan pandang bulu”[4].
Kekuatan kekuasaan dan uang sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia, ini salah satu alasan keadilan tidak bisa di ciptakan di Indonesia sebelum adanya reformasi secara keseluruhan atau dengan kata lain belum adanya suatu ketentuan yang dapat mengikat innbbbstansi-instansi penegakan hukum di Indonesia.Banyak informasi baik dari media cetak maupun elektronik tentang ”cicak dan buaya” ini tidak lain adalah suatu tuntutan dari masyarakat kepada instansi-instansi penegakan hukum agar berlaku adil dalam penegakan hukum sehingga keadilan dapat di ciptakan di dalan suatu pemerintahan yang adil,aman dan sentosa[4].

KESIMPULAN
Uraian dalam tulisan ini adalah secuil khasanah pemikiran keadilan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuai dengan semangat jamannya, situasi politik, dan pandangan hidup yang berkembang. Untuk mempelajari keadilan memang sebuah aktivitas yang tidak ringan, apalagi mencoba merumuskannya sesuai dengan semangat jaman saat ini.Namun kesulitan tersebut bukan berarti bahwa studi-studi tentang keadilan harus dikesampingkan.
Untuk kalangan hukum, studi keadilan merupakan hal yang utama, sebab keadilan adalah salah satu tujuan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai tujuan utamanya.Mempelajari hukum tanpa mempelajari keadilan sama dengan mempelajari tubuh tanpa nyawa. Hal ini berarti menerima perkembangan hukum sebagai fenomena fisik tanpa melihat desain rohnya. Akibatnya bisa dilihat bahwa studi hukum kemudian tidak berbeda dengan studi ilmu pasti rancang bangun yang kering dengan sentuhan keadilan.
Dari penjelasan Minah dan Cicak dan buaya di atas tidak lain adalah suatu kritikan, dan tuntutan masyarakat agar instansi-instansi penegakan hukum di Indonesia mewujudkan keadilan dan tidak pantang bulu dalam berbagai hal yang menyangkut masyarakat.

SARAN
            Masalah keadilan dalam arti kesebandingan harus mendapat perhatian yang serius terutama di kalangan penegak hukum jangan sampai keadilan terus-menerus tertutupi dengan politik apalagi politik uang dan kekuasaan.Mari kita semua bersatu meningkatkan kesadaran hukum untuk memerangi dan memberantas ketidakadilan.Menegakkan hukum setegak-tegaknya demi kemajuan dan kebaikan semua warga masyarakat tanpa ada yang terdzolimi.



DAFTAR PUSTAKA
ü  Soekanto,soerjono.pokok-pokok sosiologi hukum.Cetakan V.Jakarta:PT.Raja Grafindo,1988
ü  Arianto,faisyal,2010.keadilan dalam arti kesebandingan 2.
Diakses pada tanggal 22 November 2011
ü  Arianto,faisyal,2010.keadilan dalam arti kesebandingan .
Diakses pada tanggal 22 November 2011
Diakses pada tangga 05 Desember 2011
ü  Gunawan,Eka.2009.Kamus Sosiologi.
Diakses pada tangga 05 Desember 2011







Tidak ada komentar:

Posting Komentar