• Replace This Text With Your Featured Post 1 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 2 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 3 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 4 Description.

Sabtu, 10 Maret 2012

SOSIOLOGI PEMBANGUNAN


BAB I
PENDALUHUAN
Ø  Latar Belakang
Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui  berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program pembangunannya adalah teori modernisasi.      
Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II.Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus Mengindikasikan perubahan terhadap aspek kehidupan social ekonomi masyarakat desa. Dampak perubahan yang signifikan meliputi perubahan mata pencaharian, dimana terjadi pergeseran orientasi dari sektor pertanian menjadi sektor industri, jasa dan perdagangan yang berkembang pesat yang terakumulasi dari proses modernisasi dalam perkembangannya. Untuk memulai perkembangan, dalam historis setiap negara terdapat suatu momen optimal yang seharusnya mampu diselaraskan dalam berbagai perspektif baik ekonomi maupun sosial dan politik yang senantiasa dikait dengan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan (way of life dalam perspektif klasik petani) mayoritas penduduk Indonesia.
Dampak positip maupun negatip pembangunan ekonomi nasional yang telah dilaksanakan selama ini terhadap perubahan struktur ekonomi baik nasional maupun pedesaan, dimana terjadi pergeseran baik sektoral, spasial maupun institusional dan proses transformasi ekonomi. Dampak positip terutama pada perkembangan tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat pedesaan yang terkait dengan perubahan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Dampak negatip seperti pencemaran lingkungan, meningkatnya kecemburuan sosial, munculnya kesenjangan masyarakat desa-kota, khususnya persaingan meraih kesempatan kerja dan pendapatan karena perbedaan produktivitas pertanian dan non pertanian akibat makin terbatasnya lahan usahatani, tingkat pendidikan dan ketrampilan. Bergesernya nilai-nilai dan norma-norma yang selama ini dialiniasi masyarakat desa merupakan dampak negatip pembangunan dalam aspek sosio-kultural akibat tekanan budaya dari para migran. Dampak negatip ini bukannya tanpa alasan. Kalau mau jujur, kita harus lebih mafhum atas rendahnya kualitas SDM pertanian, kondisi pencukupan gizi serta rendahnya proteksi dan jaminan panen dan pasca panen yang tentunya akan mempengaruhi motivasi para petani untuk hasrat berprestasi (need for achienement) dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertaniannya.
            Konsekuensinya adalah sektor pertanian menanggung beban penyerapan tenaga kerja yang berat yang mengakibatkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian pedesaan lebih rendah dibanding sektor non pertanian di perkotaan. Perbedaan produktivitas tersebut merupakan insentif nyata bagi penduduk pedesaan untuk melakukan migrasi ke kota (urbanisasi); dimana sebagian besar masyarakat pedesaan, yang umumnya masih tergolong miskin terutama para buruh tani, merupakan kelompok yang mengandalkan tenagakerja sebagai sumber produksi.       
            Aspek ketenagakerjaan pertanian yang melibatkan mereka, diharapkan dapat memberi peluang bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya (bukan sekedar subsisten belaka).Industrialisasi pada masyarakat pertanian (agraris)di pedesaan merupakan salah satu penyebab perubahan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Proses industrialisasi diyakini mampu mengubah pola hubungan kerja tradisional menjadi modern rasional. Nilai gemeinschaft antar tenaga kerja dalam kehidupan pertanian tradisional berubah menjadi gesselschaft. Hubungan antara pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang semula bersifat kekeluargaan (ataupun patron-clien) berubah menjadi utilitarian komersial. Pola silaturahmi hubungan kekeluargaan dalam system kekerabatan termasuk frekuensi pertemuan (bertatap muka) akan turut mengalami perubahan.
Terkait dengan pembangunan industri, dalam konteks ini yaitu industri pertanian, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), merupakan kebijaksanaan pemerintah di bidang perindustrian gula4. Program TRI awalnya berkembang di pulau Jawa sekitar tahun 1975, dan mulai diterapkan di Sumatera Utara sekitar tahun 1986, yaitu: di kabupaten Langkat dan meluas ke kabupaten Deli Serdang (sekitar tahun 1988)
 Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu domba.
            Modernisasi merupakan sebuah isyu dalam rangka pencapaian proses pembangunan pasca berakhirnya perang dunia (PD II), yang melibatkan beberapa ilmuan sosial barat sebagai sebuah tantangan untuk memiliki model pembangunan dan memperbaiki pertumbuhan ekonomi di negara barat. Berakhirnya era kolonialisasi dan monarkhi memunculkan beberapa negara baru dengan segala keterbatasannya. Oleh karenanya negara-negara baru tersebut membutuhkan program pembangunan ekonomi yang kuat. Dalam konteks itu, maka untuk mengatasi hal tersebut beberapa negara dunia pertama memutuskan untuk melakukan kerjasama dengan negara dunia kedua. Hubungan kerjasama ini dilandasi oleh rasa kemanusiaan serta kepentingan kekuasaan dan keuntungan ekonomi jangka panjang.
Sepertinya Modernisasi menjadi rujukan utama oleh negara dunia ketiga dan dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju kesejahteraan seperti yang telah dialami oleh negara dunia kedua. Namun, konsep modernisasi ternyata mempunyai beberapa kelemahan apabila diterapkan di negara dunia ketiga. Perbedaan budaya merupakan salah satu faktor pembeda yang utama antara negara dunia kedua dan ketiga. Modernisasi walaupun berhasil memajukan perekonomian negara dunia kedua namun gagal mewujudkan hal yang sama pada negara dunia ketiga. Bagi negara dunia ketiga modernisasi tak ubahnya dianggap sebagai “westernisasi”. Modernisasi dianggap telah menghilangkan nilai - nilai budaya yang ada. Pada sisi lain, modernisasi akan menghasilkan suatu pola perkembangan pembangunan dengan mendifusikan secara aktif segala sesuatu yang diperlukan dalam pembangunan, terutama nilai-nilai ‘modern’, teknologi, keahlian, dan modal.
Di dunia ketiga, pelaku yang paling aktif dalam proses modernisasi dianggap golongan elit yang berpendidikan Barat, yang tugasnya adalah melepaskan masyarakat dari tradisi dan membawa mereka ke dalam abad ke-20. Dalam konteks ini maka modernisasi merupakan suatu pola pembangunan yang jika hal itu di terapkan oleh dunia ketiga, maka boleh jadi akan menciptakan kesejajaran antara Barat dan dunia ketiga. Pada tahapan industrilasiasi, dan ekspansi modal yang merupakan bagian dari modernisasi adalah sepertinta juga merupakan salah satu faktor penyebab yang akan mentarnsformasikan secara cepat ketertinggalan, atau kemunduran tradisi dalam suatu komunitas pedelaman pedesaan.
Paham marxis memandang bahwa Perkembangan dan keterbelakangan dilihat sebagai sisi berlawanan dari suatu proses yang sama : perkembangan pembangunan dalam satu kawasan atau wilayah itu terjadi secara cepat, dikarenakan implementasi pembangunannya dilakukan diatas biaya dan sumber daya diwilayah lain. Dalam konteks ini, masyarakat berkembang dan terbelakang turut serta dalam sistem dunia yang sama, yang dimulai dari ekspansi dan penjajahan kaum kapitalis. Berdasarkan pandangan ini, keterbelakangan harus dijelaskan dengan mengacu pada posisi struktural dari masyarakat dunia ketiga dalam ekonomi global dan tidak dengan kemunduran dari rakyat atau tradisinya.
Ajaran utama dari teori keterbelakangan (underdevelopment) nampak bertentangan secara langsung dengan teori modernisasi, dan menandai (paling sedikit) perubahan utama dari penekanan dalam pemikiran Marxis. Tentu saja, saya berpendapat bahwa diantara kritikus paling tajam dari teori underdevelopment adalah golongan Marx (Marxist) yang telah berselisih mengenai konsep kapitalisme dan eksploitasi, atau yang telah menganggap fokus teori underdevelopment pada hubungan eksternal berlebihan dan merugikan analisis struktur sosial dan politik dunia ketiga yang dibutuhkan.
 Untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini, beberapa penganut teori telah mencoba menguji bagaimana mode produksi pra-kapitalis dunia ketiga tertentu mengartikulasikan dengan mode kapitalis dominan, ketika yang lain mencoba untuk memperbaiki konsep mereka (misalkan, dari produksi komoditas skala kecil) bahwa kedua mode sama-sama dapat diterapkan pada dunia ketiga atau Barat. Selain itu, Marxis dan non Marxis sama-sama telah mengeluarkan nilai heuristik dari faham ketergantungan, bersamaan dengan kejadian empiris yang diduga memperlihatkan pemiskinan yang berkelanjutan di dunia ketiga yang di lakukan oleh dunia Barat.






v  Masalah
Masalah yang dibahas di makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sejarah perkembangan pembangunan masyarakat atau perubahan sosial yang terjadi.
2. Teori-teori pembangunan masyarakat.
3.Sejarah lahirnya sosiologi Pembangunan
4. Perubahan paradigma ilmu sosiatri.
5. Proses perubahan sosial dalam kontek global.

v  Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      untuk mengetahui sejarah pembangunan masyarakat atau perubahan sosial yang terjadik .
2.      untuk mengetahui sejarah lahirnya sosiologi pembangunan
3.      untuk mengetahui teori-teori pembangunan masyarakat.
4.      untuk mengetahui adanya perubahan paradigma ilmu sosiatri
5.      untuk mengetahui proses perubahan sosial dalam kontek global
6.      Unutuk mengetahui tahap-tahapan pembangunan













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian pembangunan dalam sosiologi adalah cara menggerakkan masyarakat untuk mendukung pembangunan dan masyarakat adalah sebagai tenaga pembangunan, dan dampak pembangunan. Sosiologi pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an. Sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh pokok-pokok pikiran para ahli sosiologi klasik seperti Marx Weber dan Durkheim. Sosiologi pembangunan juga membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan.
Menurut Soerjono Soekanto, pengetahuan sosiologi dapat diterapkan dan berguna untuk kehidupan sehari-hari, misalnya untuk memberikan data-data sosial yang diperlukan pada tahapan perencanaan, pencaharian, penerapan dan penilaian proses pembangunan. Pada tahap perencanaan hasil penelitian sosiologi dapat digunakan sebagai bahan pada tahap evaluasi. Pada tahap penerapan, perlu diadakan identifikasi terhadap kekuatan sosial yang ada di dalam masyarakat. Dengan mengetahui kekuatan sosial tersebut dapat diketahui unsur-unsur yang dapat melancarkan pembangunan dan yang menghalangi pembangunan.
Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Sosiologi pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an. Sebagai bagian dari ilmu sosiologi, sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh pokok-pokok pikiran ahli sosiologi klasik seperti Marx, Weber dan Durkheim. Perkembangan sosiologi pembangunan semakin pesat seiring dengan gagalnya program pembangunan yang disponsori oleh Amerika Serikat pada negara-negara dunia ketiga. Kegagalan pembangunan dunia ketiga tersebut memicu sebuah tanda tanya besar bagi peneliti sosial untuk mengungkap faktor-faktor penyebabnya. Kelima penulis walaupun menggunakan teori yang berbeda memiliki satu kesepahaman tentang kegagalan pembangunan pada negara dunia ketiga.
Sosiologi pembangunan membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Menurut Webster (1984), terdapat lima dimensi yang perlu untuk diungkap, antara lain :
Ø  Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara lain.
Ø  Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
Ø  Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan.
Ø  Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi.
Ø  Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.
Sosiologi pembangunan mencoba melengkapi kajian ekonomi yang selama ini hanya didasarkan pada produktivitas dan efisiensi dalam mengukur keberhasilan pembangunan. Pembangunan sebagai sebuah perubahan sosial yang terencana tidak bisa hanya dijelaskan secara kuantitatif dengan pendekatan ekonomi semata, terdapat aspek tersembunyi jauh pada diri masyarakat seperti persepsi, gaya hidup, motivasi dan budaya yang mempengaruhi pemahaman masyarakat dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Sosiologi pembangunan juga berusaha untuk menjelaskan berbagai dampak baik positif maupun negatif dari pembangunan terhadap sosial budaya masyarakat. Berbagai introduksi baik yang berupa teknologi dan nilai-nilai baru dalam proses pembangunan tentu akan membawa dampak pada bangunan sosial yang sudah ada sejak lama.
1.      Hambatan-hambatan Dalam Pembangunan
Masyarakat yang terbelakang masih sangat tradisional sekali. Mereka masih terikat dengan nilai-nilai asli dan juga masih memiliki kerinduan untuk memelihara nilai-nilai tersebut. Biasanya selalu dikaitkan dengan kebudayaan atau adat istiadat lokal. Dalam masyarakat yang tradsional tidak memberikan peluang cukup untuk terjadinya perubahan-perubahan serta tumbuhnya kekuatan-kekuatan pembaharuan dalam masyarakat. Yang menyebabkan hal tersebut sangat kompleks sekali, seperti: kolonialisme dan feodalisme. Kondisi keterbelakangan juga dapat dilihat dari bidang ekonomi dan pendidikan. Penyebab utama untuk hal ini adalah adanya keterbatasan yang amat parah dalam pendapatan, modal dan ketrampilan. Hal tersebut juga menyebabkan kemiskinan masyarakat yang berkepanjangan.
            Di Indonesia, hal itu disebabkan karena penyebaran penduduk yang tidak merata dan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Tingkat pendapatan buruh tani di pedesaan yang sangat rendah dan upah buruh di masyarakat industri yang belum mencapai UMR. Gulungtikarnya perusahaan-perusahaan besar telah menyebabkan angka pengangguran yang sangat tinggi. Ditambah lagi dengan oportunisme di kalangan elit politik, telah menyebabkan ketidak stabilan di bidang politik. Hal-hal ini telah menyebabkan terpuruknya ekonomi rakyat dan mempercepat pemerataan kemiskinan masyarakat Indonesia. Untuk perubahan sosial-ekonomi dibutuhkan aparatur negara yang bersih dan pendidikan masyarakat yang memadai.
2.      Perbedaan Perubahan Sosial dan Budaya serta Mitos Perubahan
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan timbul karena perbedaan pandangan para ahli. Perubahan sosial berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada aspek-aspek kehidupan sosial (status dan peran serta perilaku individu-individu) Sedangkan perubahan kebudayaan berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada tingkat ide-ide atau gagasan, seperti pengetahuan dan keyakinan keagamaan. Tetapi ada juga ahli lain yang mempunyai anggapan bahwa perubahan sosial pada dasarnya merupakan perubahan kebudayaan karena aspek sosial tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek kebudayaan. Persamaan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah bahwa kedua-duanya berhubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan terhadap cara-cara hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.












BAB III
PEMBAHASAN
Dari asalnya, antropologi dan sosiologi pembangunan adalah salah satu produk kolonial. Sesudah dekolonisasi, bidang tersebut diperluas dan menjadi sosiologi bangsa-bangsa non-Barat, sosiologi daerah terbelakang, dan sosiologi komparatif. Pada tahun 50’an, sebagian dari mahaguru yang memperdalam bidang studi tersebut diambil dari korps pegawai pamong praja kolonial, dan memilih nama “SOSIOLOGI” untuk bidang studi tersebut, yang ditujukan untuk masalah-masalah dan kebijaksanaan pembangunan.
Pada akhir tahun 60’an, sosiologi pembangunan mendapat tempat yang istimewa di universitas-universitas di Leiden, Amsterdam, Utrecht, Nijmegen, dan Groningen, termasuk juga Sekolah Tinggi Ekonomi di Rotterdam dan Tilburg, sosiologi pembangunan sebagai pelengkap untuk ekonomi pembangunan. Dalam tahun ini, sosiologi dan antropologi pembangunan menjadi mandiri dan menjauhkan diri dari disiplin yang berdekatan dengan ekonomi dan sejarah.
Pada tahun 70’an generasi pertama, muncul sosiologi pembangunan sebagai pelengkap untuk kaum teknisi. Kebanyakan mahaguru generasi pertama jarang melakukan penelitian empiris, melainkan memberi bentuk teoritis kepada vak mereka dan mendidik mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi untuk bekerja di lapangan. Pada tahun 70’an periode kedua – awal tahun 80’an (periode pertumbuhan), banyak ahli sosiologi terlibat dalam kebijaksanaan pembangunan karena ekspansi ilmu-ilmu sosial di Belanda dan konsolidasi “masyarakat pembangunan” di Belanda. Perluasan yang dialami oleh ilmu-ilmu pengetahuan sosial menimbulkan gema dalam studi tentang masalah-masalah pembangunan. Dalam majalah lama “Sociologische Gids”, di dalamnya terdapat diskusi tentang masalah-masalah seperti: kebijaksanaan pembangunan, patronase, mobilisasi politik, dan hubungan antara kota dan pedesaan, dimana bidang vak tersebut disajikan sebagai monodisiplin.
Studi tentang proses perubahan dalam masyarakat non-Barat terpusat pada pertumbuhan ekonomi, karena tidak mungkin membedakan pendekatan ekonomis dan sosiologis sebagai pendekatan sendiri-sendiri. Ahli ekonomi yang berorientasi pada aksi, menggerakkan proses perubahan dan mengendalikannya, sedangkan ahli sosiologi cenderung mengadakan analisis yang bersifat teoritis murni dari unsur-unsur situasi perkembangan sosial. Dalam disiplin sosiologi dan antropologi, bidang ilmu pengetahuan sosial lambat laun tercipta suatu proses fusi yang terjadi kedua arah, yaitu sosiologisasi dari antropologi dan antropologisasi dari sosiologi pembangunan.
Tradisi penelitian sosiologi yang klasik, seperti dalam aliran Chicago, memberi inspirasi kepada sekelompok ahli antropologi untuk mengadakan penelitian yang segar dan inovatif di dalam masyarakat mereka sendiri. Antropologisasi dari sosiologi pembangunan adalah proses pelengkap, dimana perhatian para peneliti dari tingkat nasional dan dampak kebijaksanaan pemerintah, bersama-sama mengkhususkan masalah ke arah tingkat organisasi yang lebih rendah (ke arah region atau interrelasi antar desa, wilayah (district), dan negara. Ini berarti perhatian lebih besar untuk bidang-bidang seperti bahasa, kebudayaan, dan agama, dan untuk dimensi historis masalah-masalah pembangunan. Hasilnya ialah spesialisasi sosiologi pembangunan yang bersifat kontinental atau nasional.
Pada tahun 50’an dan 60’an, aliran struktural fungsionalis Amerika dominan di seluruh bidang sosiologi umum, pemikiran Parsons dan Hoselitz tentang modernisasi memperoleh bentuknya dan menyebabkan terbentuknya teori dependensi. Pembagian kerja berdasar tema regional telah tercipta di Belanda dengan dorongan khusus sebagai akibat adanya pengarahan organisasi oleh sejumlah lembaga pemerintah. Di Belanda terbentuk aliran analitis, sedangkan di Asia, Amerika Latin, dan Afrika mengenai tradisi penelitian didasarkan pada gagasan dan paham ahli sosiologi Klasik, khususnya Weber dan Marx. Tradisi tersebut dibicarakan sebagai tradisi sosiologi historis, tradisi ekonomi politik, dan tradisi antropologi, kecuali tradisi regional. Di Belanda juga ada perspektif penelitian lain, yaitu tradisi modernisasi dan sosiologi terapan atau praxeology.
Aliran modernisasi dan aliran sosiologi terapan atau praxeology memusatkan perhatiannya kepada tingkat mikro dan meso, dan mencari keterangan untuk proses-proses jangka pendek (dan menengah). Sedangkan mengenai tradisi analitis sebagai pendekatan teoritis yang bersifat umum, masing-masing mengarah kepada penelitian dalam konteks regional yang bersifat spesifik. Mengenai tradisi yang berorientasi pada kebijaksanaan (sosiologi terapan), terkadang timbul kesan seolah peneliti dan pelaksana kebijaksanaan itu bertukar peranan.
Pertengahan tahun 70’an, ditandai oleh pertentangan antar aliran. Setiap aliran baru disuguhkan sebagai model keterangan universal disertai keyakinan yang kuat tentang kebenarannya sendiri, tidak hanya mengenai debat ilmiah teoritis, tapi juga menyangkut ideologi politik.
 Diikuti oleh periode dimana orientasi empiris menjadi dominan dalam semua aliran, keyakinan-keyakinan lama menjadi luntur dan akibatnya perbedaan antar tradisi menjadi kabur. Tradisi-tradisi analitis yang terarah untuk keterangan makro, mengintegrasikan keterangan-keterangan mikro dan meso. Tradisi modernisasi dan pendekatan terapannya berkembang kea rah keterangan-keterangan yang menyerap struktur makro masyarakat dan hubungan internasional. Pada tahun 80’an (1983), wakil-wakil dari semua tradisi bersama-sama merumuskan sebuah program penelitian untuk studi tentang masalah-masalah pembangunan dimana faktor-faktor makro, mikro, dan meso dipelajari dalam hubungannya satu sama lain.
Kedua aliran yang lebih baru di Belanda, yaitu aliran Marxis dan feminis, masing-masing mempunyai relasi yang berbeda dengan kebijaksanaan. Aliran Marxis tetap yang paling teoritis dan berjarak. Sedangkan menurut Aalten dan Grijns, dalam antropologi feminis terwujud dalam kerjasama dengan gerakan-gerakan wanita, dan di pihak lain dalam keterlibatannya dalam proyek-proyek pembangunan yang menguntungkan wanita.
Sosiologi historis berbicara tentang jangka waktu yang lebih panjang dan dengan itu merasa dapat secara lebih fundamental menunjukkan apa yang sebenarnya berubah dan apa yang terbukti berkesinambungan serta diterapkannya Pendekatan dari sudut pandang berkesinambungan dan perubahan. Dalam periode antara tahun 1850 dan 1960 dikembangkannya perangkat konsep-konsep yang semakin canggih untuk proses perubahan. Perangkat serta teorinya dibelakangi pada garis besarnya yang bersifat evolusioner.
a)      Para Perintis: 1850-1900
Pertentangan antara kaum konservatif dan liberal dalam politik negara Belanda banyak dibicarakan dalam Abad 19. Pertentangan ini diakhiri dengan diumumkannya UU Agraria tahun 1870. Selama tridasawarsa terakhir abad 19 dua masalah memainkan peranan penting dalam perdebatan politik (Boon, 1943: 99). Adanya permasalahan tentang hak kepemilikan tanah sehingga kaum konservatif menghendaki lembaga pribumi untuk dipertahankan karena mereka takut jika kaum liberalis dan individualisme akan menimbulkan suatu proses desintegrasi di Jawa. Namun kaum liberal menghendaki dihapuskannya lembaga tersebut karena mereka dituntut diberlakukannya hak milik pribadi atas tanah  Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa dalam teori-teori pembangunan, konseptualisasi teori, diskusin serta penelitian empiris berhubungan dengan masalah hak milik tanah dan organisasi kemasyarakatan di Jawa.  Pertentangan ini yang mendasari adanya penelitian pertama terhadap hak milik tanah di Jawa. Hak milik atas tanah di Jawa merupakan produk Pemerintahan Kolonial.
b)     Periode 1900-1910
Adanya produksi besar-besaran dari komoditi besar dan bahan pertambangan. Dalam kebijaksanaan selanjutnya terdapat Politik Etis, contohnya percampuran yang aneh yang terlihat di bidang ekonomi, pendidikan(masalah asimilasi dan asosiasi), hukum (unifikasi lawan hukum adat), pemerintahan (masalah desentralisasi). Itu semua adalah contoh kebijakan dan sosiologi pembangunan. Pada abad 19 pembangunan Nederlands Indie terbatas pada masalah mobilisasi tenaga dan tanah di Jawa, penaklukan daerah terpencil. Namun pada abad 20 terjadi pembentukan teori yang lebih sistematis tentang ‘pembangunan’.
Pembentukan teori struktur ekonomi Indonesia dan perubahannya dipengaruhi aliran historis Jerman. Ciri penting aliran historis bahwa perubahan dilihat sebagai tahapan ekonomi. Teori tahapan ekonomi terbagi menjadi ekonomi rumah, ekonomi perkotaan, dan ekonomi rakyat. Aliran historis jerman yang paling terkenal adalah sistem ekonomi dalam masyarakat dualistik. Ciri dualisme sosial adanya sektor kapitalis Barat yang diimpor dan sektor prakapitalis pribumi secara berdampingan. Transformasi dalam masyarakat kolonial terjadi pergeseran dari para raja/bangsawan ke kelompok diluar kaum elite.
c)      Lahirnya Sosiologi Pembangunan Historis (1945-1970)
Dampak putusnya hubungan antara negeri induk dan koloninya berpengaruh atas pembentukan teori dan konseptualisasi dalam sosiologi pembangunan. Tema yang menarik sesudah perang adalah tema pembentukan bangsa terutama masalah ras. Analisis Furnivall menekankan adanya heterogenitas dan pertentangannya dan tidak adanya kemauan sosial bersama. Dalam sosiologi historis gerakan sosial wanita tidak begitu mendapat perhatian. Sosiologi pembangunan banyak dipengaruhi adanya teori modernisasi.
d)     Pergeseran Pemikiran tentang Pembangunan Sesudah 1970
Pembangunan sesudah tahun 1970 damaknai dengan adanya pergeseran dari teori medernisasi menuju ke teori-teori perubahan. Contohnya perubahan sosial dalam sebuah regio india pada tahun 1970-1972. Sementara mereka bertolak dari teori modernisasi, para peneliti di lapangan sampai pada kesimpulan dalam penelitian mereka menganggap teori ini sudah tidak sesuai dengan kenyataan yang sangat kompleks. Pada sekitar tahun 1970 pendekatan nampak di bidang sosiologi dan antropologi pembangunan. Wertheim menyuguhkan suatu pendekatan alternatif yang menerangkan proses historis yang sangat beragam.
Evolusi tidak sebagai suatu proses yang unilier tetapi dialektis kembali pada dialektika kemajuan dan hipotesis kemajuan yang menghambat. Prinsip emansipasi sebagai kriteria merupakan konseptualisasi yang memberikan kemungkinan kepadanya untuk menganalisa perkembangan dengan cara yang tidak deterministis dan memberi perhatian kepada arti revolusi dalam proses perubahan.
Teori pembangunan mengerucut pada dua buah teori besar, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi. Dua teori ini saling bertolak belakang dan merupakan sebuah pertarungan paradigma hingga saat ini. Teori modernisasi merupakan hasil dari keberhasilan Amerika Serikat dalam membawa pembangunan ekonomi di negara-negara eropa. Sedangkan kegagalan pembangunan di Afrika, Amerika Latin dan Asia menjadi awal lahirnya teori dependensi.
Teori Modernisasi berasal dari dua teori dasar yaitu teori pendekatan psikologis dan teori pendekatan budaya. Teori pendekatan psikologis menekankan bahwa pembangunan ekonomi yang gagal pada negara berkembang disebabkan oleh mentalitas masyarakatnya. Menurut teori ini, keberhasilan pambangunan mensyaratkan adanya perubahan sikap mental penduduk negara berkembang. Sedangkan teori pendekatan kebudayaan lebih melihat kegagalan pembangunan pada negara berkembang disebabkan oleh ketidaksiapan tata nilai yang ada dalam masyarakatnya. Secara garis besar teori modernisasi merupakan perpaduan antara sosiologi, psikologi dan ekonomi.
Kritik terhadap teori modernisasi lahir seiring dengan kegagalan pembangunan di negara dunia ketiga dan berkembang menjadi sebuah teori baru yaitu teori dependensi mencoba mengembangkan teori dependensi dan mengemukakan pendapat bahwa keterbelakangan pada negara dunia ketiga justru disebabkan oleh kontak dengan negara maju. Teori dependensi menjadi sebuah perlawanan terhadap teori modernisasi yang menyatakan untuk mencapai tahap kemajuan, sebuah negara berkembang harus meniru teknologi dan budaya negara maju. Frank memberikan kritiknya terhadap pendekatan-pendekatan yang menjadi rujukan teori modernisasi, antara lain pendekatan indeks tipe ideal, pendekatan difusionis dan pendekatan psikologis.
Teori dependensi bertitik tolak dari pemikiran Marx tentang kapitalisme dan konflik kelas. Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.
            Eksploitas juga dialami oleh negara dunia ketiga. Proses eksploitasi yang dilakukan oleh negara maju dapat dijelaskan dalam tiga bagian, yaitu pedagang kapitalis, kolonialisme dan neo-kolonialisme. Tahap awal yaitu masa pedagang kapitalis. Negara-negara Eropa berusaha berusaha untuk mendapatkan sumberdaya alam yang ada di negara dunia ketiga melalui kegiatan perdagangan. Perdagangan ini berkembang dan pada prakteknya merupakan suatu bentuk eksploitasi terhada sumberdaya negara dunia ketiga. Pemanfaatan tenaga kerja yang murah yaitu sistem perbudakan menjadikan para pedagang kolonial mampu meraup keuntungan yang sangat besar.
 Eksploitasi terus berlanjut hingga memunculkan ide adanya kolonialisme. Asumsi yang berkembang di negara kapitalis adalah peningkatan keuntungan serta kekuatan kontrol atas sumberdaya yang ada di negara miskin. Seiring berakhirnya era kolonialisme timbul sebuah era baru yang dikenal dengan neo-kolonialisme. Penjajahan yang dilakukan oleh negara maju terhadap negara dunia ketiga pada dasarnya masih tetap berlangsung dengan bermunculannya perusahaan multinasional. Negara dunia ketiga menjadi salah satu sarana penyedia tenaga kerja murah dan sumber daya alam yang melimpah, selain itu jumlah penduduk yang relatif besar menjadi potensi pasar tersendiri. Ketiga tahap inilah yang semakin memperpuruk kondisi negara dunia ketiga.
Ø  PERKEMBANGAN PEMIKIRAN (Tentang Teori Pembangunan Nasional)
Pembangunan masyarakat sebagai suatu proses dinamis menuju keadaan sosial ekonomi yang lebih baik, atau yang lebih modern. Untuk mencapai diperlukan perpaduan ilmu, seperti: ekonomi, sosilogi, teologi dan antropologi. Dari pendekatan dan analisa kritis tentang perkembangan ekonomi, maka harus didekati dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dimaksud, seperti ekonomi pembangunan, sosiologi pembangunan, pembangunan politik, teknologi pembangunan, administrasi pembanguan dan sebagainya.
Sebagai suatu proses, pembangunan nasional adalah merupakan rangkaian perubahan majemuk dalam bidang politik, sosial dan ekonomi. Di Indonesia sendiri, kelihatannya pembangunan ekonomi sangat tergantung dengan kestabilan politik. Hubungan antara ekonomi dan politik sangat dekat dan sangat sulit dipisahkan, bahkan saling inter-dependen yang sangat kuat sekali.   
Kalau diperhatikan dengan seksama, maka etika pembangunan tidak dapat dipisahkan dari etika ekonomi dan etika politik. Untuk pembangunan ekonomi biasanya syarat-syarat sosial politik sudah terpenuhi terlebih dahulu. Ke duanya dapat dijalankan secara simultan, apabila suatu bangsa sudah mencapai tingkat kematangan tertentu dalam bidang sosial dan politik. Dua frase ini sangat penting proses suatu pembangunan, yaitu: “konsolidisasi politik” dan “rekonsiliasi ekonomi”. Yang dimaksudkan dengan “konsolidasi politik” adalah kebersamaan semua komponen politik, dengan menghargai perbedaan dan kesamaan mereka masing-masing, dan bersama-sama membangun negara Indonesia berdasarkan sistem demokrasi. Dalam hal ini tidak mengenal mayoritas dan minoritas dalam berpolitik.
Ø  Pendekatan Pembanguan Bangsa (Sociocultural Development)
Pengertian pembangunan bangsa agaknya telah mengalami suatu perkembangan penting, baik dalam pengertian maupun ruang lingkup. Dalam ruang lingkup tampak dua aspek permasalahan: (1) mengenai pembangunan politik dan (2) mengenai pembangunan sosial budaya. Masalah kebudayaan sangat penting untuk diperhatikan. Karena budaya telah mengalir dalam hidup masyarakat.
Secara antropologis manusia telah dibelenggu oleh adat istiadatnya. Bahkan, kadang-kadang hal tersebut menjadi penghambat proses pembangunan. Sering terjadi konflik antara kebudayaan dan modernisasi. Hal lian yang perlu diperhatikan adalah agama. Agama dan kebudayaan sering kali telah lebur dalam kehidupan manusia. Sehingga sangat membedakan mana yang agama dan mana yang kebudayaan. Karena eratnya hubungan pemabnguan politik dan kebudayaan, maka berkembanglah aliran pemikiran dalam ilmu politik yang disebut sebagai Kebudayaan Politik.
Ø  Pendekatan Pembangunan Ekonomi (Economic Development)
Permikiran perkembangan teori pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: Dasar aliran ini adalah individualisme. Setiap produsen dan konsumen meredeka bertindak, pembentukan harga didasarkan kepada hukum permintaan dan penawaran di pasar, menjadi dasar pengambilan keputusan. Harga yang terbentuk atas dasar mekanisme pasar tersebut, dengan sendirinya akan mempengaruhi “produksi, alokasi, pendapatan dan konsumsi”. Mekanisme pembentukan harga akan membawa segala hubungan ekonomi secara otomatis ke jurusan persesuaian kepada keadaan seimbang.
STUDI TENTANG PERUBAHAN
v  Mempelajari sejarah studi tentang perubahan
v  Mendiskusikan sifat tentang pendidikan perubahan
v  Mempresentasikan sebuah variasi struktur berpikir tentang perubahan
v  Menjelaskan tiga prespektif rencana perubahan
v  Menghubungkan beberapa aspek tentang proses perubahan kepada bukti-bukti dari perubahan yang direncanakan.
Proses dari Perubahan dan Penemuan Bukti
v  Perubahan berlangsung secara terus menerus
v  Perubahan menyebabkan kegelisahan dan ketidakpastian
v  Dukungan teknik dan psikologi sangat diperlukan
v  Belajar ketrampilan yang baru merupakan suatu perkembangan dan kenaikan nilai-nilai sosial.
v  Hubungan antara organisasi pendidikan dan seseorang yang menjadi agen pembaharu akan dapat dirasakan setelah terbukti melalui proses perubahan. Setiap orang harus siap menjadi agen pembaharuan untuk dirinya sendiri.
v  Perubahan yang membawa keberhasilan selalu melalui dorongan dan dukungan

Ø  PERUBAHAN PARADIGMA ILMU SOSIATRI
Setiap perubahan sosial selalu mencakup pula perubahan budaya, dan perubahan budaya akan mencakup juga perubahan sosial. Sosiatri merupakan ilmu sosial terapan (applied science), yang dalam pengembangannya mengandalkan realita yang terjadi di dalam masyarakat, berkaitan dengan masalah sosial yang perlu diselesaikan (pandangan awal perkembangan) dan penyesuaian kebutuhan dengan sumber daya yang ada (pandangan hasil perkembangan). Realita dalam masyarakat yang terus mengalami perubahan memiliki dimensi perubahan sosial. Sementara itu, secara keilmuan, pengembangan kajian, penelitian, dan teori-teori baru juga dituntut dari sosiatri, baik melalui hasil kerja lapangan (penelitian dan proyek sosiatri), maupun melalui berbagai kegiatan seminar dan diskusi.
Aktivitas ilmiah mempermudah perubahan budaya. Inovasi baru di bidang keilmuan memperoleh ruang dan kesempatan formal. Kajian perubahan dalam sosiatri dapat dipadukan dengan konsep paradigma dari. Konsep paradigma dari Khun sealiran dengan teori-teori perubahan. Perubahan ilmu pengetahuan menurut Khun terjadi secara revolusioner. Akumulasi hanyalah salah satu segmen di dalam proses revolusi untuk mencapai kemajuan ilmu. Revolusi ilmu menjalani proses sebagai berikut: Paradigma I “³ Ilmu Normal “³ Anomali “³ Krisis “³ Revolusi “³ Paradigma II Pada tahap ilmu normal, proses akumulasi ilmu terjadi, namun perkembangan ilmu tidak hanya terletak pada tahap ilmu normal, melainkan meliputi keseluruhan proses tersebut.
 Paradigma merupakan suatu pandangan mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu. Jadi paradigma merupakan suatru bingkai atau frame yang membuat ilmuwan terfokus pada apa yang menjadi perhatiannya berkaitan dengan suatu kondisi atau objek.
Perubahan paradigma dalam ilmu sosial yang dijadikan sebagai acuan kerja dan pelaksanaan proyek sosiatri jelas akan turut mengakibatkan perubahan dalam paradigma sosiatri sebagai ilmu. Perubahan paradigma dalam suatu ilmu pengetahuan memang bukan suatu hal baru. Kondisi ini menunjukkan proses revolusi ilmu dari Khun merupakan sesuatu yang realiabel. Di bidang ilmu alam akan dengan dengan mudah ditemukan perubahan paradigma mendasar yang selanjutnya mempengaruhi kehidupan manusia.
Perubahan teori geosentris menjadi heliosentris merupakan suatu revolusi dalam kosmologi yang dampaknya sangat besar. Salah satu efek sosialnya adalah perkembangan penjelajahan samudera yang menimbulkan kolonialisme dan imperialisme bangsabangsa Eropa terhadap bangsa noneropa. Perubahan pemikiran mengenai abiogenesis menjadi biogenesis merupakan perubahan besar dalam biologi. Efek positifnya adalah memungkinkan perkembangan ilmu budidaya dan kajian mikrobiologi. Efek sosialnya adalah kemampuan menjawab kekhawatiran Malthus mengenai bencana kemiskinan dan kelaparan akibat ledakan jumlah penduduk.
 Di bidang ilmu sosial, dapat terlihat perubahan paradigma sosiologi dan antropologi. Pada awal perkembangannya, sosiologi difokuskan pada struktur sosial dan dinamika sosial masyarakat Eropa pascarevolusi sosial dan Revolusi Industri. Kedua revolusi tersebut memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat dunia.
Pembangunan mempunyai pengertian dinamis, maka tidak boleh dilihat dari konsep yang statis. Pembangunan juga mengandung orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir.
Proses pembangunan merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan menunjukkan terjadinya suatu proses maju berdasarkan kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi tergantung dengan “innerwill”, proses emansipasi diri. Dengan demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam proses pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses pendewasaan.
Globalisasi mau tidak mau harus dilalui oleh seluruh negara di dunia ini. Hubungan antar negara menjadi sedemikian penting pengaruhnya dalam mewujudkan kehidupan masin-masing negara terlebih ketika era globalisasi tiba. Menjadi suatu keniscayaan apabila sebuah negara harus bekerjasama dengan negara lain bahkan lebih ekstremnya lagi memerlukan bantuan negara lain. Pola-pola hubungan antar negara menjadi bahasan penting dalam membedah perubahan sosial yang terjadi saat ini.
Selain peran negara lain (negara maju), perubahan sosial di negara-negara berkembang dipengaruhi oleh organisasi internasional dan bahkan perusahaan multi nasional. Dominasi negara maju dapat dilihat dari berbagai bantuan yang masuk ke nagara berkembang atas nama modernisasi. Modernisasi diangap sebagai jalan untuk meraih kemajuan negara berkembang. Organisasi internasional mempunyai peran yang hampir sama dengan negara maju. Berbagai kesepakatan dan kebijakan yang dihasilkan memberikan dampak yang sangat nyata bagi Negara berkembang. Hal ini terjadi karena memang organisasi internasional didominasi oleh negara maju.

Ø  TAHAP-TAHAP PEMBANGUNAN
            Dalam setiap pembangunan terdapat berbagai tahapan. Dalam sosiologi pembangunan terdapat beberapa tahapan antara lain :
a)      Perencanan
Pada tahap ini faktor yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi kebutuhan sosial.
Seperti :
·         Pusat perhatian sosial
·         Stratifikasi sosial
·         Pusat kekuasaan
·         Sistem dan saluran komunikasi social
b)      Pelaksanaan
Dalam proses pelaksanaan yang harus dilihat adalah kekuatan sosial dalam masyarakat serta proses perubahannya.
c)      Evaluasi
Dalam tahap evaluasi yang harus dilakukan adalah analisis atau penilaian terhadap dampak sosial dari pembangunan tersebut.
Dalam setiap pembangunan dilakukan prosedur yang sedemikian rupa agar setiap pembangunan berjalan sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.



















BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Sosiologi pembangunan berkembang pesat sejak awal 1960-an. Sebagai bagian dari ilmu sosiologi, sosiologi pembangunan sangat dipengaruhi oleh pokok-pokok pikiran ahli sosiologi.
Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui  berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Teori pembangunan mengerucut pada dua buah teori besar, yaitu teori modernisasi dan teori dependensi. Dua teori ini saling bertolak belakang dan merupakan sebuah pertarungan paradigma hingga saat ini. Teori modernisasi merupakan hasil dari keberhasilan Amerika Serikat dalam membawa pembangunan ekonomi di negara-negara eropa. Sedangkan kegagalan pembangunan di Afrika, Amerika Latin dan Asia menjadi awal lahirnya teori dependensi.
Saran
Seharusnya ilmu sosiologi pembangunan lebih di maksimalkan lagi penerapannya di dalam  melihat masyarakat itu sendiri sebagai sebuah kelompok yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.









DAFTAR PUSTAKA

Warto.2006.Aspek-aspek Sosial Ekonomi dalam Penulisan Sejarah,(online), (www.http://id.wikipedia.org/wiki/interGoverment_Panel_On_Climate_Change, diakses pada tanggal 6 maret 2009 10:05.
Widodo,slamet.2008. Proses Perubahan Sosial dalam Konteks Global,(online),(www://learnin. of.slametwidodo.com/2008/02/01/ proses-perubahan-sosial-dalam-konteks-global by WordPress 2.5.1. diakses pada tanggal 5 maret 2009 10:20.
Widodo,slamet.2008. Sosial Pembangunan:Pengertian,Prinsip-prinsip dan aspek-aspeknya,(online),(www://learnin.of.slametwidodo.com/200 8/02/01/proses-perubahan-sosial-dalam-konteks-global byWord Press. diakses pada tanggal 5 maret 2009 10:20.
Yanto,Hery.2007.Perubahan Paradigma Ilmu Sosiatri,(online),( Blog pada WordPress.com Theme: Blix by Sebastian Schmieg,diakses pada tanggal 5 maret 2009 10:15.



4 komentar: